Jumat, 28 Desember 2012

wayang wahyu, wayang krstiani


wayang wahyu, wayang krstiani 1

Menyambut natal 2012 dan tahun baru 2013.

wayang wahyu adalah wayang yang mengisahkan tentang ajaran ajaran dan kisah dari perjanjian lama dan perjanjian baru serta literatur kristen lainnya. sejarah mengenai sejarah wayang wahyu ada sbb:



Spoilerfor wayang wahyu 3:

Paguyuban Wayang Wahyu: Melestarikan Wayang Wahyu

Senin, 30 Juli 2012 13:53 WIB

HIDUPKATOLIK.com - Keberadaan wayang wahyu bermula dari Surakarta, Jawa Tengah. Namun, wayang yang telah berusia 50 tahun ini kurang dipedulikan umat Katolik.

Barangkali masih banyak umat Katolik baik di Jawa, terlebih di luar Jawa, yang hingga kini belum mengenal wayang wahyu. Tak kenal maka tak sayang. Pepatah ini mungkin pas untuk memperkenalkan wayang wahyu kepada seluruh umat Katolik.

Wayang wahyu berfungsi sebagai sarana pewartaan dan pendalaman Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Sekaligus sebagai bentuk pemberdayaan kearifan lokal Gereja Katolik.

Gagasan bruder

Wayang wahyu bermula dari gagasan Bruder Timoteus L. Wignyosoebroto FIC. Gagasan ini muncul setelah Br Timoteus menyaksikan pentas wayang kulit dengan dalang M.M. Atmowiyono (guru SGB Negeri II Surakarta) pada 13 Oktober 1957 di Gedung Himpunan Budaya Surakarta, Jawa Tengah. Adapun lakonnya ”Dawud Mendapat Wahyu Kraton” yang ceriteranya diambil dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Waktu itu, tokoh wayang yang dipakai adalah Bambang Wijanarko menggantikan tokoh Dawud (Daud), sedangkan Kumbokarno memerankan tokoh Goliat.

Sejak itu Br Timoteus, yang saat itu menjadi Kepala SD Pangudi Luhur Purbayan Surakarta, berangan-angan, “Alangkah baiknya jika ada wayang kulit dengan lama pentas tiga atau empat jam dengan cerita dari Kitab Suci.” Selain memberikan hiburan bagi masyarakat, wayang ini sekaligus memberikan ajaran tentang wahyu/firman Tuhan.

Kemudian, bruder ini mendiskusikannya dengan dalang M.M. Atmowiyono, R. Rosradi Wijoyosawarna, dan J. Soetarmo. Diskusi itu didukung oleh Pastor D. Adisoedjono MSF, Pastor J. Darmojuwono Pr, dan Pastor P.C. Soetopanitro SJ.

Tujuan diciptakan wayang versi baru ini meliputi: Pertama, kesadaran bahwa setiap warga negara Indonesia berkewajiban turut serta berusaha mewujudkan kebudayaan nasional yang harus menjadi salah satu dasar, serta ukuran terciptanya kepribadian bangsa Indonesia yang luhur berdasarkan landasan idiil Pancasila dan hidup bertakwa kepada Tuhan.

Kedua, menciptakan wayang baru dengan cerita yang bersumber pada Kitab Suci. Hal ini mengandung arti ganda: memberikan hiburan/rekreasi dan mengenalkan wahyu/firman Tuhan kepada masyarakat.

Ketiga, dari segi kultur, usaha nyata ini akan memperkaya khazanah perbendaharaan wayang dalam seni pedalangan di samping berbagai jenis wayang yang sudah mapan di Tanah Air.

Akhirnya, pada 2 Februari 1960 wayang wahyu berhasil dipentaskan pertama kali di Gedung SKKP Susteran Purbayan Solo, Jawa Tengah disaksikan para pastor, suster, bruder, ahli kebudayaan dan pedalangan, serta tamu undangan. Pentas pertama ini mengambil lakon ”Malaikat Mbalela”, ”Manusia Pertama Jatuh dalam Dosa”, dan ”Kelahiran Tuhan Yesus Kristus” (satu rangkaian).

Ternyata, pentas itu disambut baik masyarakat, yang ditandai dengan saran, harapan, dan kritikan untuk terus disempurnakan. Mereka menghendaki wayang ini dikembangkan untuk pewartaan kabar gembira.

Adapun kepanitiaan pada pementasan wayang wahyu perdana adalah Br Timoteus L. Wignyosubroto FIC (sesepuh), M.M. Atmowijoyo (penyusun lakon sekaligus dalang), R. Roesradi Wijoyosawarno (pembuat wayang), J. Soetarmo (karawitan), Kapten Titular A.P. Soeradi (dalang), dan R. Ng. Th. Martosoedirjo (dalang).

Selanjutnya, kepanitiaan ini ditetapkan sebagai pendiri wayang wahyu. Demi kelangsungan wayang wahyu ini, mereka menetapkan tanggal 2 Februari sebagai hari lahir Wayang Wahyu Surakarta.

Pada pertunjukan ketiganya, Mgr Alb. Soegijopranoto SJ, Uskup Agung Semarang waktu itu, ikut menyaksikan. Semula wayang baru itu lebih dikenal sebagai wayang Katolik, kemudian muncul penamaan ”Wayang Wahyu” atas saran P.C. Soetopanitro SJ dan restu dari Mgr Alb. Soegijopranoto SJ karena ceritanya bersumber pada Kitab Suci yang memuat wahyu-wahyu Tuhan.

Usai pementasan itu, dibentuk pengurus wayang wahyu sebagai berikut: Mgr Alb. Soegiyopranoto SJ (pelindung umum), J. Darmoyuwono Pr (pelindung setempat), D. Adisoejono MSF dan P.C. Soetopanitro SJ (penasihat rohani), Br Timoteus L. Wignyosubroto FIC (ketua), J. Soetarmo (sekretaris), M.M. Atmowijoyo, Kapten Titular A.P. Soeradi, R. Ng. Th. Martosoedirjo (penyusun lakon/dalang), R. Roesradi Wijoyosawarno (pembuat wayang, dibantu oleh Hadisoewarno).

Bahan karton

Wayang wahyu yang dibuat oleh R. Roesradi Wijoyosawarno (Alm) dari bahan karton atau kardus dalam dua dimensi. Hasil karyanya antara lain gunungan atau kayon, malaikat-malaikat, setan-setan, Adam-Hawa, api neraka, pohon, Yusuf, Maria, Kanak-kanak Yesus, para gembala, juru penginapan, gua Natal, dan seterusnya.

Biaya pembuatannya didukung Pastor J. Darmojuwono Pr. Perlengkapan kelir dalam pertunjukan sama dengan wayang purwa, yakni dengan iringan gending Jawa dan lagu-lagu Jawa dengan sulukan, pathetan, ada-ada, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, Wayang Wahyu Surakarta berkembang dan dikenal masyarakat di beberapa daerah di Indonesia melalui pentas-pentas, siaran-siaran RRI atau TV dan radio amatir, serta lewat pameran-pameran. Pemotretan oleh para tamu dari mancanegara dan pembelian wayang untuk dibawa pulang ke negaranya serta perlawatan Br Timoteus ke luar negeri membuat wayang ini dikenal.

Cerita ”Yusup Juru Mimpi” menjadi ”Penyaji Terbaik” dalam Pekan Apresiasi Wayang Langka Provinsi Jawa Tengah di Semarang pada 23 Agustus 1989 dengan dalang Lucia Siti Aminah Subanto. Umumnya pertunjukan wayang ini diadakan pada hari-hari besar kristiani (Natal dan Paskah), ulang tahun gereja atau paroki, ulang tahun pastor, dan peresmian gereja.

Kurang konsisten
Sejak diciptakan, keberadaan wayang wahyu timbul tenggelam karena kurang konsistennya dukungan umat Katolik. Paguyuban Wayang Wahyu pernah mengalami kevakuman selama 20 tahun, bahkan sampai dibubarkan pada tahun 2000. Karena itu, Paguyuban Wayang Wahyu sekarang menginduk pada Yayasan Pangudi Luhur Cabang Surakarta. Diharapkan, upaya menghidupkan kembali wayang wahyu dilakukan secara intens dan terorganisasi.

Karena rusak akibat terkena banjir di Solo tahun 1966, selanjutnya dilakukan penyempurnaan bentuk wayang, tatahan, sunggingan, cempurit, dan tanganan dengan tanduk kerbau bular dan kuning, serta dibuat dengan bahan kulit. Pembuatan wayang dari kulit sudah dimulai sejak 1963. Hingga tahun 1998, wayang wahyu terkesan kurang terurus, kurang dihidupi, digali, dan dicintai.

Kemungkinan besar perangkat wayang wahyu hanya ada satu, yang kini berada di Surakarta. Maka, wayang ini termasuk karya langka. Saat ini pembuat wayang wahyu adalah Mas Margono (Sanggar Gogon) di samping Kampus Institut Seni Indonesia, Kentingan, Surakarta.

Kini, mereka yang berkecimpung di dunia wayang wahyu hanya segelintir orang. Wayang ini menunggu perhatian dan bantuan dari semua pihak. Wayang wahyu bukan milik perseorangan atau milik yayasan tertentu, melainkan milik Gereja universal, masyarakat, bahkan bangsa. Mestinya wayang ini mendapat perhatian bersama. Maka, usaha mengembangkan wayang wahyu menjadi tanggung jawab semua pihak, baik umat Gereja maupun bangsa.

Pesta emas
Untuk tetap mempertahankan keberadaan wayang wahyu sangat dibutuhkan kearifan para pastor paroki untuk menyosialisasikannya. Misalnya, dengan meminta pementasan wayang wahyu dalam perayaan khusus Gereja, paroki maupun hajatan umat Katolik.

Melalui Pesta Emas Wayang Wahyu pada 2 Februari 2010, para pengurus paguyuban, dalang, dan pengrawit berharap Wayang Wahyu tetap eksis. Komitmen mereka, sarana pewartaan ini menjadi efektif karena langsung berkolaborasi dengan budaya masyarakat Jawa.

Sewaktu Pesta Emas, selain berziarah ke pendiri (Br Timotius FIC) di Kerkof Ambarawa, pengurus juga mengadakan Seminar Wayang Wahyu dengan mengundang para guru Agama Katolik di sekolah negeri dan swasta, serta para pastor paroki serta Sie Pewartaan se-Kevikepan Surakarta.

Seminar bertema ”Wayang Wahyu Ngajab Rahayu” ini menghadirkan narasumber M.Y. Murtidjono, B. Subono, dan L. Siti Aminah Subanto.

Malam harinya dipentaskan wayang wahyu dengan lakon ”Yusuf Kang Pinunjul” di halaman SD Pangudi Luhur, Solo, dengan dalang Pastor F.X. Wiyono Pr, Ki A. Ernest Udayana, Pastor Yohanes Ngatmo Pr, Nyi L. Siti Aminah, dan Ki Blasius Subono.

”Warga Gereja mendukung agar wayang wahyu dihidupkan kembali. Sebagai langkah sosialisasi, bisa dipentaskan di sekolah-sekolah yang dikelola Yasasan Pangudi Luhur,” ujar Ketua Yayasan Pangudi Luhur, Bruder Frans Sugi FIC. Ia berharap wayang wahyu bisa lebih memasyarakat di kalangan umat Katolik karena bisa mengakrabkan umat dengan Kitab Suci.

“Sebab, banyak umat Katolik di Jawa yang belum pernah mendengar tentang wayang wahyu. Bahkan, juga dialami para bruder FIC yang pelum tahu tentang wayang wahyu,” tandas Bruder Sugi.

Pengurus Paguyuban Wayang Wahyu Surakarta periode 2010-2014
• Ketua: Pimpinan Yayasan Pangudi Luhur Surakarta Br Agustinus Mujiya FIC
• Koordinator: Blasius Paryono SPd
• Bendahara: Chatarina Musilah
• Koordinator Dalang: Ki Blasius Subono
• Alamat/Informasi
1. Bruderan FIC Cabang Surakarta
Jl Mgr Soegijaranata No 5 Surakarta,
Jawa Tengah Telp: 0271 644935

2. SD Pangudi Luhur St Valentinus,
Surakarta Telp. 0271.724924

F.X. Triyas Hadi Prihantoro

http://m.hidupkatolik.com/index.php/...n-wayang-wahyu





demikianlah sejarah wayang wahyu....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar